Suprapto Estede

Suprapto Estede

Wednesday, November 4, 2015

REFORMASI: Sedikit Tinjauan Dari Aspek Sosial Dan Etika Islam

Oleh: Suprapto Estede

{ Sebagaimana tercatat dalam sejarah ketatanegaraan kita, bahwa pada hari Kamis, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mundur dari jabatan Presiden RI setelah ribuan mahasiswa berdemonstrasi menuntut reformasi dan pengunduran dirinya. Dua bulan setelah itu, tepatnya pada hari Minggu, 12 Juli 1998, STIE Cendekia bekerjasama dengan IPHI Kecamatan Padangan menyelenggarakan diskusi tentang reformasi dengan tema “Mencari Bentuk Solusi Secara Islamy Dalam Proses Reformasi”. Dalam diskusi tersebut saya menjadi narasumber dan menyampaikan makalah saya dengan judul “Reformasi, Sedikit Tinjauan Dari Aspek Sosial Dan Etika Islam”. Beberapa hari yang lalu (1/11/2015), secara kebetulan saya menemukan makalah saya itu sudah dalam kondisi sedikit rusak karena rayap. Mau dibuang terasa sayang, mau disimpan takut makin rusak atau bahkan hilang. Maka, saya putuskan untuk “menyimpan”-nya di blog saya ini.Suprapto Estede }

PADA dua tahun terakhir ini, bangsa kita sungguh-sungguh berada pada masa kelabu yang memprihatinkan. Berbagai musibah dan bencana seakan tiada henti bergelombang menimpa dan senantiasa menyisakan kepedihan yang mendalam. Belum terhapus dari ingatan kita terjadinya bencana kekeringan yang telah merusak prediksi hasil pertanian nasional dan membuat rakyat sengsara. Di tengah bangsa kita yang pernah mengklaim dirinya memiliki fundamental ekonomi yang kuat, justru terjadi bencana kelaparan di Irian Jaya, sebuah peristiwa yang ironis dan membawa derita rakyat. Juga musibah kebakaran hutan yang berhasil “mengekspor” dampaknya ke beberapa negara tetangga. Dan banyak musibah-musibah lainnya, baik yang terjadi di darat, laut maupun udara. Puncaknya adalah krisis ekonomi yang tidak diketahui kapan akan berakhirnya, yang telah meruntuhkan sendi-sendi perekonomian rakyat dan membuahkan gelombang pemutusan hubungan kerja dan menambah koleksi pengangguran.

Monday, November 2, 2015

Sistem Pemerintahan Negara Berdasarkan UUD 1945

Yang Berintikan 7 Kunci Pokok, Membatasi Kekuasaan Presiden

{Hari Minggu kemarin (1 Nopember 2015), ketika sedang membongkar dokumen-dokumen lama di rumah, tak sengaja saya menemukan beberapa arsip lama, antara lain berupa naskah pidato saya ketika mengikuti Penataran P4 Tingkat Nasional Tahun 1986 dan berhasil meraih predikat sebagai peserta dengan hasil terbaik, dan mendapatkan apresiasi langsung dari Kepala BP-7 Pusat ketika itu, yaitu Bapak Sarwo Edhie Wibowo (mantan Komandan RPKAD [kini Kopassus] saat penumpasan G-30-S/PKI). Ketika saya berpidato, waktu itu tentunya masih berada dalam era Orde Baru dan naskah UUD 1945 belum mengalami banyak perubahan (amandemen). Karena naskah pidato saya itu sudah lama dan khawatir rusak atau hilang, maka saya putuskan untuk "menyimpan"-nya di blog saya ini. Semoga bermanfaat juga bagi siapa saja yang memerlukannya.- Suprapto Estede}

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh;

Bapak Manggala (BP-7 Pusat) dan Bapak-bapak Penatar yang kami hormati;
Para Ibu dan Bapak Petatar (Peserta Penataran) yang kami hormati;

Thursday, November 27, 2014

Fakta dan Realita Dekadensi Moral di Kalangan Remaja

Berprestasi Dan Sukses Di Atas Pijakan Nilai-nilai Pancasila

Oleh: Suprapto Estede

Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila

Pancasila adalah perjanjian luhur bangsa Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, nilai-nilai mana telah diyakini kebenarannya dan berhasil menumbuhkan tekad pada bangsa ini untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata guna mewujudkan cita-cita bangsa, yakni terbentuknya sebuah bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, di bawah limpahan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.

Nilai-nilai yang luhur itu tentu harus terus menerus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap anak bangsa ini, dipahami, dihayati dan diamalkan, bahkan juga dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda, penerus estafeta perjuangan dan masa depan bangsa. Pelajar dan remaja sebagai generasi muda penerus bangsa perlu secara berkesinambungan dan terprogram diberikan bekal pemahaman yang cukup mengenai nilai-nilai Pancasila ini melalui berbagai jalur pendidikan, baik informal (keluarga), formal (sekolah) maupun non formal (masyarakat).

Friday, November 22, 2013

Pemahaman Wawasan Kebangsaan Untuk Ketahanan NKRI Pada Generasi Muda

Oleh: Suprapto Estede

Wawasan Kebangsaan

Istilah wawasan kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “wawasan” dan “kebangsaan”. Secara etimologi istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan, konsepsi cara pandang. Wawasan Nusantara adalah konsepsi cara pandang dalam mencapai Tujuan Nasional yang mencangkup perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan. Kebangsaan berarti ciri- ciri yang menandai golongan bangsa tertentu dan kesadaran diri sebagai warga dari suatu Negara.

Wawasan kebangsaan adalah cara memandang dan kemampuan untuk memahami keberadaan jati dirinya sebagai suatu bangsa dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsanya dalam lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Wawasan kebangsaan mendayagunakan kondisi geografis, sejarah, sosiobudaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam mencapai cita- cita dan kepentingan nasionalnya, dan menempatkan dirinya dalam pergaulan internasional. Makna Wawasan Kebangsaan menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Rejuvenasi Pancasila

Oleh: Suprapto Estede

Rejuvenasi Pancasila, yaitu semangat untuk mengembalikan Pancasila seperti apa yang dicita-citakan oleh para Founding Fathers, Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai alat politik tetapi Pancasila ditujukan untuk mencapai masyarakat yang mempunyai budaya harmonis, bermartabat dan mempunyai visi yang luas.

Apakah "ideologi" semacam "Pancasila" masih relevan dalam masa globalisasi dan demokratisasi yang nyaris tanpa batas dewasa ini? Dalam hiruk-pikuk politik yang masih berlangsung hingga kini, pertanyaan seperti ini mungkin terlalu akademis untuk diajukan kepada para politisi; namun pertanyaan itu sering diajukan audiens kepada saya dalam berbagai diskusi dan seminar tentang posisi dan relevansi Pancasila dalam Indonesia yang lebih demokratis; Indonesia yang lebih bebas dalam berbagai segi kehidupan.

Pendidikan Pancasila dan Pembangunan Karakter Bangsa

Oleh: Suprapto Estede

I. PENDAHULUAN

PEMBANGUNAN karakter bangsa selalu menjadi “sesuatu” yang sangat urgen sejak dahulu. Bung Karno pernah berpesan kepada kita bangsa Indonesia, bahwa tugas berat untuk mengisi kemerdekaan adalah membangun karakter bangsa. Apabila pembangunan karakter bangsa ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli (H.Soemarno Soedarsono, 2009: sampul). Pernyataan Bung Karno ini menunjukkan pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter demi tegak dan kokohnya jati diri bangsa.

Karakter dan jati diri bangsa Indonesia sebenarnya lahir dan terbentuk melalui proses sejarah yang cukup panjang, sejak zaman neolitikum, zaman Hindu Budha, era perkembangan kerajaan-kerajaan Islam, sampai kemudian datangnya bangsa asing yang menguasai masyarakat/bangsa di wilayah Kepulauan Nusantara ini. Pada periode-periode itu, beratus-ratus tahun lamanya, masyarakat telah membangun kehidupan atas dasar spiritualisme, kegotongroyongan, musyawarah untuk mufakat, toleransi, saling menghargai dan tolong menolong antarsesama, ditambah etos juang yang tinggi melalui berbagai perlawanan untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa, dan ini terus berlanjut pada masa pergerakan nasional. Masyarakat ini terus berjuang untuk mewujudkan sebagai bangsa merdeka, mandiri atas dasar prinsip yang tersimpul dalam padangan dan falsafah hidup bangsa. Setelah melalui proses panjang itu maka sampailah kepada saat yang berbahagia untuk menemukan jati diri sebagai bangsa setelah terjadinya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, dengan berbagai nilai dan ciri khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri negara, nilai, ciri khas dan karakter itu dirumuskan secara simpel dalam lima prinsip yang disebut Pancasila. Pancasila inilah yang menjadi karakter dan kepribadiannya bangsa Indonesia.

Saturday, November 9, 2013

Membangun Karakter Generasi Muda di Tengah Perbedaan Melalui Proses Pembauran

Oleh: Suprapto Estede

Pentingnya Persatuan Bangsa

Sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita segenap bangsa Indonesia, seharusnyalah kita selalu mengingat dan selalu berikhtiar mewujudkan cita-cita bangsa kita mendirikan Republik ini, sebagaimana yang secara tegas telah tersurat didalam alinea II Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan sebuah bangsa dan negara yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”, di bawah limpahan rahmat dan barokah dari Allah. Dari rumusan cita-cita itu jelas bahwa kemerdekaan adalah jembatan atau pintu masuk untuk menggapai bangsa yang bersatu. Masyarakat yang adil dan makmur atau masyarakat yang sejahtera hanya akan mampu diwujudkan oleh bangsa yang berdaulat. Dan suatu bangsa akan memiliki kedaulatan dan menikmati kesejahteraan jika bersatu serta mampu memelihara dan memperkokoh persatuan. Bangsa yang selalu bertikai, berpecah-belah dan bercerai-berai, terbukti tidak akan menjadi bangsa yang maju, cerdas dan sejahtera.

Kesadaran akan amat pentingnya persatuan itu juga sudah ada pada para tokoh pendiri Republik. Hal ini terbukti didalam rumusan pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagaimana termaktub di dalam Penjelasan tentang UUD Negara Indonesia. Dijelaskan bahwa dalam Pembukaan UUD diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala faham golongan, mengatasi segala faham perseorangan. Negara, menurut pengertian Pembukaan itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Sebaik-baik Manusia .....

Sebaik-baik Manusia .....